Kota Medan, selain terkenal akan kekayaan budaya dan keberagaman etnisnya, juga memiliki kuliner yang beragam dan unik. Salah satu camilan tradisional yang mulai langka namun masih dicari oleh para pecinta makanan khas adalah Orong-Orong. Makanan ringan ini bukan hanya sekadar kudapan, tetapi juga bagian dari kenangan masa kecil bagi banyak orang yang tumbuh besar di Sumatera Utara, terutama Medan dan sekitarnya.
Orong-orong adalah sejenis kue kering tradisional berbentuk tabung kecil yang berongga di tengahnya, menyerupai bentuk laras atau pipa pendek. Teksturnya renyah dan ringan, dengan rasa manis yang lembut serta sedikit gurih. Camilan ini biasanya terbuat dari bahan dasar tepung beras, telur, santan, dan gula, lalu digoreng hingga kering. Setelah matang, permukaannya tampak kasar dan keriting, namun terasa sangat renyah saat digigit.
Nama "orong-orong" sendiri terdengar unik dan menggelitik. Beberapa orang mengaitkannya dengan bentuk makanan ini yang mirip dengan serangga tanah bernama orong-orong. Namun, dalam konteks kuliner, istilah ini telah melekat sebagai penamaan khas untuk camilan tradisional tersebut.
Rasa orong-orong cukup sederhana: manis ringan dengan tekstur yang renyah dan kering. Tidak seperti kue modern yang banyak campuran rasa, orong-orong mengandalkan kesederhanaan bahan dan teknik pengolahan tradisional. Justru karena kesederhanaannya itu, camilan ini memiliki daya tarik tersendiri mengingatkan pada masa kecil, suguhan di hari raya, atau camilan saat santai bersama keluarga.
Biasanya orong-orong disajikan dalam toples dan menjadi hidangan khas saat Hari Raya Idulfitri, Natal, atau Tahun Baru Imlek, tergantung latar belakang budaya pembuatnya. Rasanya cocok disandingkan dengan secangkir teh manis atau kopi hitam hangat.
Orong-orong dibuat melalui proses yang cukup teliti. Campuran tepung beras, gula, santan, dan telur diaduk rata hingga menjadi adonan kental. Setelah itu, adonan dicetak menggunakan alat khusus berbentuk silinder kecil dengan lubang di tengah, lalu digoreng dalam minyak panas. Hasil akhirnya adalah kue kering yang ringan, berongga di tengah, dan sangat renyah.
Sebagian orang kini menambahkan varian rasa seperti pandan atau vanila, namun versi tradisionalnya tetap menjadi favorit karena kesan autentik yang dibawanya.
Sayangnya, orong-orong saat ini mulai sulit ditemukan di pasaran karena semakin sedikit orang yang membuatnya secara tradisional. Kebanyakan hanya bisa dijumpai di toko oleh-oleh khas Medan, pasar tradisional saat menjelang hari raya, atau dari tangan-tangan para pembuat kue rumahan yang masih setia melestarikan resep lama.
Orong-orong bukan sekadar camilan, melainkan bagian dari warisan kuliner tradisional masyarakat Medan. Cita rasa yang sederhana, proses pembuatan yang khas, dan nilai nostalgia yang tinggi menjadikan makanan ini tetap dicintai meski tergolong langka. Jika Anda berkunjung ke Medan atau bertemu penjual orong-orong, jangan ragu untuk mencoba dan mengenang kembali kelezatan khas tempo dulu yang melegenda ini.